Imam Ghazali di dalam kitab ihya’ Ulumiddin menuturkan sebuah cerita menarik. Pernah suatu ketika ada orang alim yang menyesatkan kaumnya dengan perbuatan bidah. Namun, ia masih bisa bertaubat dan terus melakukan pekerjaan baik selama beberapa tahun. Kemudian Allah memberi wahyu kepada Nabi-Nya. “Katakanlah pada Si Alim, Seandainya dosamu hanya antara saya dan kamu, niscaya saya akan mengampuni. Namun, bagaimana dengan hamba-hambaku yang telah engkau sesatkan. Engkau biarkan mereka masuk neraka.” Di sinilah seseorang harus berhati-hati dalam bertingkah dan berucap yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat Islam, khawatir diikuti orang lain. Karena jika hal itu sampai terjadi, ia juga akan mendapat kiriman dosa dari orang tersebut. Sebagiamana setiap ada pembunuhan, maka dosanya akan tetap mengalir kepada Qabil karena telah memberi contoh jelek berupa pembunuhan yang ia lakukan pada Habil.
Maka berhati-hatilah bagi orang alim ataupun pemimpin yang dijadikan
panutan oleh masyarakat. Terlebih masyarakat awam yang fanatik buta, tidak
pernah mengetahui hukum maupun dalilnya. Mereka hanya berpedoman pada orang
yang mereka anggap sebagai tokoh bagi dirinya. Ketika menjadi orang alim, jangan
sampai memberi fatwa atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan tuntunan
syariat. Ketika menjadi pemimpin jangan sampai memberi kebijakan yang
berlawanan dengan hukum Islam. Ketika menjadi idola, jangan sampai memberi
contoh yang tidak baik terhadap fans-nya. Karena bagaimanapun, seorang tokoh,
pemimpin maupun idola akan terus menjadi contoh bagi mereka yang ada di
bawahnya. Sehingga ketika contoh itu berupa hal-hal yang tidak baik, maka yang
memberi contoh akan mendapatkan tambahan saldo kejelekan dalam catatan amalnya.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Jarir bin Abdillah al-Bajli Rasulullah bersabda “Barang siapa memberi
contoh baik, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang
mengerjakan setelahnya tanpa kurang sedikitpun. Dan barang siapa memberi contoh
yang jelek, maka dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengerjakan
setelahnya tanpa kurang sedikitpun.” Di dalam hadis lain yang diriwayatkan
oleh Imam Abu Hurairah Rasulullah bersabda “Barang siapa mengajak pada
kebaikan, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengerjakan setelahnya. Dan barang siapa
yang mengajak pada kejelekan, maka ia memperoleh dosanya dan dosa orang yang
mengerjakan setelahnya.”
Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul-Barinya menjelaskan bahwa Imam
Muhallab berkata “Hadis ini menjadi peringatan agar jangan sampai melakukan
hal-hal yang menyesatkan ataupun hal-hal baru dalam agama Islam yang menyalahi
terhadap syariat.” Beliau juga menuturkan bahwa orang yang melakukan
hal-hal baru dalam Islam dan menyalahi terhadap syariat terkadang menganggap
remeh hal tersebut. Mereka tidak memikirkan mafsadah yang akan terjadi
setelahnya, yakni jika ada orang lain meniru pekerjaan tersebut, maka ia juga
akan medapatkan dosa sesuai dengan apa yang dilakukan oleh orang yang
menirunya.
Di dalam surah an-Nahl ayat 25 Allah SWT berfirman yang artinya “(Ucapan
mereka) menyebabkan mereka pada hari kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara
sempurna, dan
dosa-dosanya orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa
mereka disesatkan), ingatlah alangkah buruknya (dosa) yang mereka pikul.” Imam at-Thabari
dalam tafsirnya menjelaskan bahwa para pemimpin yang mengajak terhadap kejelekan
ia ikut menanggung dosa orang yang mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun.
Di dalam Surah Yasin ayat 12 Allah berfirman yang artinya “Dan Kami-lah
yang mencatat apa yang mereka lakukan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan)”
Syekh Hamami dalam Tafsir Surah
Yasin menjelaskan bahwa sebagian ulama menafsiri atsar dalam ayat
tersebut dengan pekerjaan baik ataupun jelek yang tetap dikerjakan oleh orang
setelahnya. Imam al-Ghazali juga menafsiri atsar dengan amal-amal yang
tetap dikerjakan meskipun orangnya telah tiada. Oleh karena itu ada dua tugas
berat yang harus dipikul oleh orang alim, penguasa maupun idola. Selain harus
menjahui perbuatan dosa, ia juga harus menyamarkannya. Karena jika sampai diikuti
oleh orang yang setelahnya, maka ia ikut menanggung dosanya. Maka alangkah
beruntungnya orang yang meninggal dan ikut meninggal pula kejelekannya. Dan betapa
celakanya orang yang meninggal, tetapi tetap hidup kejelekannya.